Sejarah Desa

31 Januari 2017 19:18:39 WITA

SEJARAH DESA PUCAKSARI

Keberadaan Desa Kutul Tahun 1806

            Pada saat pemerintah melakukan pembebasan hutan di wilayah ini, yang sekarang dinamakan Desa Kutul. Di ujung Desa bagian selatan dilaksanakan pembangunan tempat Belanda melakukan aktivitas jalan-jalan/liburan.  Disaat ada  pembebasan tanah dari pemerintah, datanglah masyarakat sekitar untuk meminta tanah hutan tersebut yang akan digunakan sebagai tempat tinggal, masyarakat yang meminta tanah tersebut yaitu seperti pada table berikutnya:

Nama Keluarga

Keturunan

Asal Desa

1.     Pan Wirya

2.     I Wirya

3.     Pan Kembar

4.     Pan Sadri

Made Dana, Made Sita

Desa Buahan Tabanan

1.     Pan Suma

2.     Pan Pasekan

3.     Pan Rai

Kt Widana

Jro Mangku Pakangaya

Toh Jiwa Tangun Titi Tabanan

1.     Sukra/Panjerani

2.     Kaki Sami

3.     Nurana

4.     Nuragia

5.     Kaki Pelung

6.     I Mastra

7.     I Wage

8.     Kaki Duri

9.     Pan Masti

10.   Pan Mangku

11.   Pan Nuriasti

Gede Kereb

Kt Beteng

Pt Sumantra

Gelgel

1.     Kaki Kaji

2.     Nyoman Dangin

3.     I Kaja

4.     Nyoman Mudiarja

Nyoman Dharma

Gelgel

1.     Kaki Kerawi

2.     I Kantor

3.     I saba

4.     Pan Keramas

Ketut Mame

Nengah Mara

Gelgel

1.     Ketut Loka

2.     Wayan Buda

Nengah Latra

Km Suka

 

Tangkas Kori Agung

 

Jero mangku yang diTuakan bertempat dibanjar Batu Megaang, Bapak Putu Sekretaris, aria Benculuk. Semua penua/orang tua yang disegani saling berbahu membangunn desa ini, karena disebelah timur, sebelah selatan desa sekarang terdapat pembangunan Belanda, semua penua kumpul di bagian barat, penua tersebut membangun tempat tinggal (rumah), setelah selesai membuat tempat tinggal baru penua tersebut berencana akan membuka hutan tersebut sesuai dengan pembagian masing masing, tetapi sebelum bekerja terlebih dahulu mengaturkan canang di pelinggih/tempat suci Pura Pucak luhur yang sekarang keberadaannya disebut anggker. Yang mendapat bagian sebelum pertigaan, semua menyembah Shang Hyang Perame Kawi/Bhatara untuk meminta keselamatan apalagi disana ada batu tempat menaruh canang, setelah selesai beryadnya baru memulai melaksanakan pekerjaan. Seperti itulah pelaksanaan yadnya di dalam hari raya ketika mau bekerja.

            Seperti itu juga yang dapat bagian di sebelah selatan pertigaan sama pelaksanaan Yadnya nya di Pura Yeh Sakti. Disaat hutan itu sudah bersih dikerjakan oleh masing-masing kelompok masyarakat baru pemerintah memberikan bibit kopi, bibit kopi tersebut berasal dari Afrika.  Seperti itu juga bibit kopi yang diberikan didesa Munduk, lalu pemerintah memberikan contoh,  melaksanakan penyetekan terhadap bibit kopi itu. Sekarang para penua akan melaksanakan pembangunan Khayangan Desa di ujung selatan di gunakan tempat kuburan/penguburan, di bagian atas kuburan terdapat Merajapati, sebelah utara kuburan dibangun perumahan atau Desa, utara  Desa   dibangun Pura Puseh Desa Dalem.  Pura Dalem belum memiliki tempat pembangunan karena penua berasal dari Hindu Majahapahit yang datang ke Bali ngiring/ikut Bethara dari Solo. Jadinya tanah  bagian barat ditempatka  Pura Dalem yang dinamakan penelokan yang jauh dari kuburan sehingga diberi sebutan Dalem SariPengunggangan.

            Kembali saya beritahukan disaat membangun khayangan, pertama kali cetakan dibuat disini, berupa kayu yang di ambil dari sini, tetapi bahan lainnya di beli dikota Tabanan. Saat itu belum ada pasar di buleleng , Kota Tabanan, dan Kota Badung . Ada masyarakat dari buahan dialah yang menjadi tukang belanja ke tabanan, dengan berjalan kaki dan menginap di perjalanan, seperti itulah perjalananna,  disaat tukang belanja sampai di Pakangaya , disana bumi sudah terasa gelap setiap melewati pakangaya juru Belanja terasa perjalananya terganggu maka dia berdoa dalam hati menyembah Bhatara meminta agar perjalannanya  lancar, lalu seketika bumi yang gelap dadi menjadi terang sehingga juru belanja bisa melanjutkan perjalanan Pulang, sesudah tiba di desa lalu juru belanja berbicara pada Jero mangku yang dituakan tentang kejadian yang dialaminya  saat perjalan pulang, lalu jero mangku mengajak para penua ketempat kejadian itu lalu berdoa dan berjanji akan membangun pelinggih. Kembali saya ceritakan di khanyangan Desa setelah selesai melakukan pembangunan, maka dilaksanakanlah upacara/yadnya lalu Bersabdalah Ida Bhatara dengan keadaan menangis dan merasa sedih karena meliki rakyat sedikit. Kalau diumpamakn seperti air yang berada diatas daun candung(talas) yang sebagian daunya masih kelihatan bersih dari air (nutul)  sehingga  desa tersebut dinamakan Kutul Gading.

            Sekarang di Pura Puncak Luhur yang biasanya di aturkan canang pada batu tersebut sudah didirikan bangunan Palinggih yang disebut babataran, didirikan Gedong Sari Tempat Ida Bhatara  Peranda Ngurah Agung, didirikan Pelinggih Taksu tempat beristnanya Ida Jero NYoman, dan didirikan juga Piayasan  lalu dilaksanakanlah upacara Melapas dan ngenteg Linggih sekalian melaksanakan piodalan/yadnya, lalu bersabdalah ida bhatara bahwa Ida beristana di bagian atas disana ada Pegunungan. Kalau ditempat pelinggih Ida sekarang mau ida beristana disana tetapi disaat melakukan upacara yadnya agar masyarakat melaksanakan uapcara mendak nuntun terlebih dahulu di bagian atas setelah itu melaksanakan karya/yadnya.  kalau melaksanakan upacara agar dilaksankan pada hari Purnamaning Keempat.

            setelah selesai semuanya baru dilaksankan melapas ngenteg linggih dari Pura Dalem, Di Pura Pakang Aya di sana ditempatkan Pelinggih yang sudah lengkap. Setelah selesai melaksanakan pembangunan melapas, ngenteg linggih dan melaksanakan upacaya yadnya (mekarya) yang dipuput oleh Pan Suma, penua dari nengah Muriasta. Ring Pura Yeh sakti sama upacaranya seperti yang diatas.  Ida bagus Made Wenten juga datang kedesa ini untuk ikut bermasyarakat didesa ini, tetapi bertempat di Banjar Batu Megaang, yang namanya sebagai berikut:

  1. kaki Darya
  2. Kaki Gelok
  3. Kaki Rumas
  4. Pan Nuriasih
  5. Pan Desak
  6. Pan Gedong
  7. Kaki Gun
  8. Pan Kajeng
  9. Dadong Mileh

Disaat semuanya sudah cukup dan tanamanya pun sudah mulai hidup, lalu masyarakat belajar mengolah buah kopi dan dibangunkanlah Pura Subak tempat berIstananya Dewa Ayu Mas Ngelepe, karena dipura pucak luhur masih luas maka disanalah ditempatkanya Pura Subak. Karena disana ada dua pura maka piodalan dilaksanakan dua kali yaitu Tahun pertama di aturkan karya/piodalan pada Ida Bhatara Pucak Luhur, dan tahun berikutnya piodalan  di aturkan kepada Pura Subak, seperti itu pelaksanaan yadnya yang dilakukan oleh masyarakat seterusnya.

            Jero mangku yang di tuakan, mengajak masyarakat membeli gong 1 barung yang ada sampai saat ini, jero mangku membeli gong di desa Pajahan di dalam rapat di sampaikan harga gong 20ringit selaka dan jero mangku berjanji akan mengambil lagi 3 hari gong yang dibeli dan membayar lunas, keputusan para kelempok gong menyerahkan semua permasalahan tentang gong pada Kelian/ketua. Setelah 3 hari berikutnya Jero mangku dan masyarakat datang kedesa Pajahan tempat membeli gong, disana ketua gong menguji gong yang dibeli  jika suara gong " klenting-klenting" itu artinya gongnya bagus. Setelah selesai pengujian gong maka dilakukannya pembayaran yang disaksikan oleh sekeha gong, ternyata uang tersebut dari pohon pisang. karena seperti itu maka uang tersebut tidak diterima, karena gong sudah diuji sebelum melakukan pembayaran.

            Sudah berapa tahun desa bagian barat masih meliki masyarakat yang sedikit, tidak bisa bertambah banyak masyarakatnya, mungkin menurut penua desa dikarenakan tanah nya yang tinggi melengkung. Sekarang pembangunan yang dilaksanakan oleh belanda sudah tidak dipedulikan dan Desa digeserkan ke bagian timur lagi, karena tempat yang dulu itu merupakan wilayah jembrana, sampai selesai upakara yang dilakukan piodalan dilaksanakan 11 hari  , masyarakat bergiliran melaksanakan pekemitan(berjaga dipura pada malam hari), pakemitan dilaksanakan oleh para laki-laki yang sudah di bagi bagi hari-harinya. Setelah 11 hari pelaksanaan piodalan tersebut maka karya tersebut di selesaikan/ditutup.

            Ida Bhatara yang berada di Pucak Luhur memiliki bajra agar disuarakan disaat piodalan Ida Bhatara, seperti itu juga sabda Ida Bhatara , ida memilki serunding 2 lembar, dikatan serundingan itu digadaikan pada Ida Bhatara yang beristana di Pura Pakang Aya  yang bertempat di Desa Pajahan.  Tetapi pada malam hari Ida berjanji menebus pada saaat sinar berada ditengah –tengah bumi. Keesokan harinya belum matahari berada di tengah-tengah bumi datanglah Ida Bhatara Pakang Aya akan menebus yang digadaikan, karena belum waktunya maka Ida Bhatara bercakap-cakap. karena keasyikan berbicara maka waktu untuk penebusnya lebih lagi sedikit dan ternyata serunding yang akan di tebus sudah menghilang, disnalah Ida Bhatara Pucak Luhur merasa marah dan bersabda ke pada Ida Bhatara Pakang Aya biar pada saat melaksanakan piodalan agar melaksanakan piodalan ke desa Pajahan setiap Purnamaning ke Empat , di khayangan desa juga di aturkan. Bersabdalah Ida Bhatara yang beristana dipucak agar serundingnya yang digadaikan  sudaI Ketut Siwiadnya yang kedudukannya sebagai kepala Desa, Nengah Latra sebagai wakil, Nyoman Biru sebagai ketua adat, Ketut Pageh Adnyana sebagai wakil. Tetapi tidak diberikan oleh jro mangku karena menurut jero mangku kalau dia yang menemukan serunding tersebut maka dialah yang menjadi pemilik serundig itu. setelah karya/piodalan maka diaturkan ke Ida Bhatara Pucak Luhur, dan diberitahukan ke Ida Bhatara, juga diberitahukan mengulang kembali mencari ke Desa Bongancina. Lalu dicarilah oleh I nengah Latra dan Iketut Pageh Adnyana, kata jero mangku Dewa Gunung agar berbicara dengan saudaranya yaitu I Dewa Bontal, setlah melakukan pembicaraan Dewa Bontal memberi jawaban Kalau Ida Bhatara Pucak Luhur yang memiliki, agar Ida Bhatara yang mengambil saat malam harinya, karena saya disini(alam Nyata) tidak berani memberikan. Tiba saaatnya piodalan di Pucak Luhur  Ida bhatara bersabda seperti itu lagi.

            Kopi yang berada dipura subak di pindahkan ke Pura Pucak, agar sesuai dengan sabda ida Bhatara yang merasakan panas berada di Pura Subak, tempat beristananya Dewa Ayu Mas Ngelepe. Sekarang di Istanakan di barat jalan belokan yang menuju Ke Pura Dalem, pembuatan dasar pelinggih subak dilaksanakan pada tanggal 13 September 1957. Pura Subak itu disebut Subak Gunung Kutul, Pura Dalem dipindahkan keUtara Mrajapati, di tempat Pura Puseh yang dahulu,melapas/piodalan Pura Dalam yaitu tanggal 8 april 1975 samapai 11 april 1975.

            hanya seperti itu yang saya ketahui, sudah pasti tidak dapat saya rinci lebih mendetail, karena saya masih kecil pada saat saya diberitahukan oleh penua-penua yang terdahulu seperti Kaki Duri, Kki Kaji, Kaki Nurana, Juga Ibu Rai, belum saya menegaskan dan memperjelasnya lagi. Maaf dari saya.

                                                                                                Disalin pada tanggal : 4 januari 2007

                                                                                                Di Desa                          : Pucaksari

 

 

 

                                                                                                Oleh

                                                                                                I Nengah latra

 

 

                                                                                                Sumber: Arsip Desa tahun 2007

                                                                                                Disalin : Pucaksari 9 Juni 2019

 

Dokumen Lampiran : Sejarah Desa


Layanan Mandiri


Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.

Masukkan NIK dan PIN!

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Jumlah Pengunjung

Lokasi Pucaksari

tampilkan dalam peta lebih besar